Festival Ngetung Batih di Desa Bodag
Muharram merupakan bulan yang sangat berpengaruh pada sejarah kehidupan umat Islam. Suatu bulan yang menjadi pembuka tahun dalam kalender Islam, Hijriyah. Di jawa, bulan Muharram dikenal juga dengan bulan syura (wulan suro).
Setiap daerah punya cara sendiri untuk merayakan atau memperingati bulan suro ini. Seperti di Surakarta ada tradisi Kirab Kebo Bule dan pusaka, tradisi Sapi-Sapian di Desa Kenjo Banyuwangi, tradisi tirakat Mubeng Benteng di Keben Keraton Yogya dan di daerah Ponorogo ada Grebek Suro.
'Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya', setiap bulan suro di Desa Bodag, Kec.Panggul sendiri selalu diadakan penyembelihan kambing kendit (wedus kendit).. sampeyan ndak tau wedus kendit itu seperti apa?? Itu lho, wedus dengan warna hitam di seluruh tubuhnya , tapi di bagian tengah perutnya terdapat warna putih melingkar. Dimana kepala wedus tersebut dikubur di perempatan desa dan kemudian didoakan. Ritual ini diyakini sebagai tolak balak, untuk menghalau berbagai macam musibah yang bisa mengancam keselamatan warga desa Bodag.Bukan hanya itu saja, perayaan bulan suro tahun ini ada yang berbeda lho..bukan karena wedus kenditnya yang terlihat melas saat akan disembelih, tapi diadakannya acara 'Ngetung Batih'.
'FESTIVAL NGETUNG BATIH'
Ngetung batih artinya menghitung jumlah anggota keluarga. Inget, mantanmu yang pernah bilang 'aku gak bisa hidup tanpamu' ndak masuk hitungan lho ya..Setiap RT di Desa Bodag wajib membuat tumpeng yang berisi takir plontang. Dan untuk ukuran tumpengnya bervariasi. Ada yang kecil, ada juga yang sangat besar.
Semua tumpeng bebas dikreasikan atau dihias sesuai dengan keinginan dari tiap-tiap RT. Tumpeng tersebut di kirab keliling Desa dari dusun njoso (persinggahan Jendral Sudirman) sampai di Lapangan Desa Bodag.
Meskipun cuaca pada siang itu panas ngentang-ngentang tapi antusias warga desa Bodag begitu luar biasa, dari anak-anak sampai embah-embah yang sudah sepuhpun guyub rukun memeriahkan acara 'Ngetung Batih' ini.
Mungkin dengan adanya acara seperti ini mereka dapat melupakan sejenak persoalan hidup, seperti bapak-bapak yang ngenes karena sawah mereka kekurangan air bisa terhibur dan ikut bergembira, emak-emak yang galau karena harga kebutuhan pokok naik sejenak bisa ikut bergembira dan guyonan diselingi dengan rasan-rasan dengan warga lainnya. Para kaum tuna asmara pun sepertinya terbawa arus untuk ikut bergembira dengan adanya acara ini, ah sepertinya para tuna asmara itu sedikit bisa melonggarkan hati mereka yang galau karena belum mempunyai pasangan.
Tumpeng yang dikirab berjumlah sekitar 18, diikuti pengiring dari setiap warga RT-nya. Pengiring ini memiliki makna 'batih' dalam sebuah keluarga. Sesampainya di lapangan Desa Bodag, semua tumpeng di letakkan di stand yang sudah disiapkan oleh panitia yang selanjutnya akan dinilai oleh tim juri. Tim juri sendiri bukan dari perangkat desa tapi dari guru SDN 1 Bodag dan SDN 2 Bodag.Sebelum pengumuman pemenang kirab tumpeng, acara selanjutnya santunan kepada anak yatim piatu dan doa bersama. Setelah doa bersama, barulah acara purak tumpeng rame-rame. Acara yang terakhir menampilkan seni reog jaranan 'Singo Kumboro' dari Desa Gayam. Kirab tumpeng dimenangkan oleh Rt 03 untuk juara 1, juara dua diraih Rt 09 dan untuk juara tiga diraih oleh Rt 08. Juara favorit dari Rt saya sendiri yaitu Rt 06...yeeaakkk. Hasil kerja keras dan kerja sama kami (Rt06) tidak sia-sia, ya meskipun acara ini tidak semata-mata menilai dari besarnya hadiah tapi setidaknya itu menjadi penyemangat.
Acara pada hari itu tidak hanya kirab tumpeng dalam 'Festival Ngetung Batih', tapi pada malam harinya diadakan lomba 'Langen Bekso' atau yang lebih dikenal dengan Langen Tayub..
Sampeyan yang tinggal di jawa khususnya jawa timur pasti sudah ndak asing dengan tayub, sebuah tarian yang menjadi salah satu warisan budaya leluhur Jawa. Tayub sendiri bagi sebagian masyarakat jawa diartikan sebagai ditata supaya guyub (ditata agar rukun).
Lomba Langen bekso diikuti oleh semua RT dengan perwakilan 4 orang dari setiap RTnya. Untuk Rt saya sendiri diwakili oleh mbah Sukimin, mbah Parman, Lik Run dan Martha. Ada yang lucu dari lomba langen bekso ini, dimana peserta dari RT saya sendiri (Rt 06) salah satu perwakilannya babar blas ndak mudeng dengan yang namanya langen bekso. Dia martha, seorang anak muda yang mempunyai mental baja. Ia berani tampil di depan masyarakat banyak padahal sama sekali ndak mudeng langen bekso itu seperti apa..dia hanya melihat dari yutub sebelum tampil. Saya pribadi salut dengan dia, ah mental saya tidak setangguh dia. Boro-boro mau tampil di depan umum, bilang 'sayang' ke kamu aja aku gak berani. Eh..hhaaa. Meskipun Rt saya tidak mendapatkan juara tapi setidaknya bisa ikut memeriahkan acara pada malam itu. Dan setidaknya bisa memberi sedikit 'teguran' kepada saya pribadi, bahwa kita yang muda harusnya bisa melestarikan warisan budaya leluhur, langen bekso ini salah satunya.Pengiring gendhing untuk langen bekso malam itu dari pengrawit asal desa Bodag sendiri yakni 'Srikandi Budoyo' dan untuk jurinya dari anggota paguyuban pramugari Kecamatan Panggul.
Meskipun acara berlangsung pada malam hari tapi tak menyurutkan minat para penontonnya. Masyarakat tumplek blek di lapangan desa Bodag, mereka begitu antusias menyaksikan dan dengan tertib melihat langen bekso ini.
Acara 'Ngetung Batih' dan serangkaian acara yang diselenggarakan di desa bodag dengan melibatkan semua RT baru tahun ini dilaksanakan, semua berjalan lancar meskipun ada beberapa yang harus di evaluasi lagi dan semoga setiap tahun di bulan suro akan terus berlanjut. Sehingga tradisi ini tidak luntur. Semoga masyarakatnya makmur dan yang jomblo dapat jodho..amiin.
Festival Ngetung Batih bisa sampeyan lihat di web resminya Desa Bodag yang ada dibawah ini :
BODAG NGETUNG BATIH.
Sekian, terima kasih.