Rara Mendut, Sebuah Kisah Asmara Yang Berakhir Nestapa
Cinta sejati adalah cinta yang tak pernah mati, ia akan selalu abadi. Begitulah kata para pujangga. Banyak kisah cinta yang menarik untuk dibahas, mulai dari cerita cinta yang berakhir bahagia sampai dengan cerita cinta yang endingnya mengharukan. Misalnya, kisah Romeo dan Juliet karya William Shakespeare. Ada juga kisah Layla-Majnun dari timur tengah. Di indonesia sendiri ada banyak kisah cinta yang melegenda, seperti yang pernah saya tulis sebelumnya Kisah Cinta Ken Arok dan Ken Dedes atau Kisah Seribu Candi, Rara Jonggrang dan Bandung Bandawasa.
Pada kesempatan kali ini , saya akan coba tulis Kisah Rara Mendut , yang bersumber dari berbagai artikel.
Sebuah kisah cinta yang harus berakhir dengan kematian dan mungkin kini kisah ini terpinggirkan, terdesak, bahkan juga terkubur. Karena kisah mereka kalah pamor oleh kisahnya Romeo dan Juliet. Bahkan Romeo dan Juliet lebih sering digunakan untuk menggambarkan dua manusia yang sedang berkasih asmara.
Inget ya gaes, Rara Mendut dan Rara Jonggrang adalah dua wanita yang berbeda. Bahkan keduanya tidak memiliki hubungan darah sama sekali, cuma kebetulan saja nama mereka agak mirip. Seperti nama Agus Sugiantoro dan Agus Yudhoyono, mereka ini dua orang yang berbeda meskipun memiliki nama depan yang sama 'AGUS'.ehe..
Dari cerita yang saya baca, Rara mendut terlahir di daerah pesisir utara jawa, tepatnya di Pati Jawa Tengah. Ia mempunyai wajah yang sangat ayu , berkulit putih , mulus dan berbodi semok.
Kecantikannya begitu sangat memikat lelaki di desanya, dari rakyat biasa, pengusaha dan para penguasa kerajaan. Kalau ia berjalan seperti macan luwe dan mata lelaki yang melihatnya pasti terbelalak tak berkedip. Dan bahkan saya meyakini jika pada masa itu sudah ada media sosial, akun Rara Mendut pasti akan dibanjiri follower. Setiap twit ataupun statusnya pasti banyak kaum garangan yang nyamber.
Kecantikan Rara Mendut yang menawan menjadikannya buah bibir di kalangan masyarakat luas. Kabar buah bibir itupun sampai ke telinga Sang Adipati Pragola, penguasa Pati pada masa itu. Tidak banyak mengulur waktu, di datangilah kediaman Rara Mendut dengan maksud ingin menjadikannya selir.
Dengan rayuan, gombalan dan iming-iming harta yang berlimpah sang adipati membujuk Rara Mendut agar mau menikah dengannya. Apalah daya, cinta urusan hati bukan tentang harta maupun tahta. Penguasa kadipaten Pati itu ditolak mentah-mentah. Karena sudah gelap mata dan ngebet ingin menikahi Rara Mendut, Adipati Pragola pun mengutus pengawalnya untuk menculik gadis ayu asal Pati itu. Bagaimanapun caranya !
Pagi itu saat Rara Mendut habis mandi dan sedang njemur pemean di pinggir pantai datanglah utusan Adipati Pragola.
- "Ayo cah ayu ikut kami ke Keraton dan menikahlah dengan Adipati", ajak pengawal itu dengan menarik paksa tangan Rara Mendut
- "Ampun om, saya masih kecil. Aku ndak mau !!", teriak Rara Mendut sambil meronta-ronta.
Dengan cara paksa, gadis perawan asal pesisir Pati itu dibawa oleh para punggawa kadipaten untuk dijadikan selir Adipati Pragola. Kisah klasik ini seolah mengulang cerita kelam perampasan Ken Dedes oleh Akuwu Tunggul Ametung di masa akhir Kediri.
Belum sempat dinikahi oleh Adipati Pragola, lha kog ndilalah Sultan Agung Mataram menyerang kadipaten Pati. Peyerangan itu dipimpin oleh Tumenggung Wiraguna, yang saat itu menjabat sebagai Panglima. Singkat cerita, Pati kalah dalam penyerangan itu. Harta benda, wanita dan bahkan selir kadipaten dibawa ke Mataram sebagai rampasan perang. Tak terkecuali Rara Mendut. Diboyonglah ia ke Mataram.
Di Mataram, Sultan Agung berkenan menghadiahkan Rara Mendut kepada Tumenggung Wiraguna. Lelaki normal mana yang tidak senang dan bahagia mendapatkan hadiah wanita yang sangat cantik dan seksi, wanita yang menjadi rebutan para lelaki. Tapi tidak bagi Rara Mendut, hati nuraninya senantiasa berontak dan ingin melepaskan diri dari belenggu perbudakan yang menimpanya. Ia sadar bahwa dirinya hanya dipandang sebagai pemuas nafsu birahi para penguasa dari pada sebagai pribadi wanita jawa. Inget ya gaes , dulu belum ada Komnas Perlindungan Perempuan, jadi jangan berfikir 'kenapa Rara Mendut gak lapor ke Komnas Perlindungan perempuan??'.
Rayuan yang setiap hari Tumenggung Wiraguna lontarkan tak membuat hati Rara Mendut luluh. Jawabannya selalu sama "emoh!!. Karena selalu menolak Wiraguna, lama kelamaan kesabaran sang tumenggung mendekati puncak kejengkelannya.
- "Baiklah, cah ayu. Jika memang kamu ndak mau jadi selirku, kamu harus membayar pajak kepadaku. Rumangsamu manganmu iku ra tuku? Ha! Wedakmu yang setiap hari kamu pakek itu juga dibeli pakek uang. Tauk!!"
Tapi Rara Mendut tak gentar mendengar ancaman tersebut. Ia lebih memilih membayar pajak daripada harus menjadi selir dari seorang lelaki paruh baya seperti Tumenggung Wiraguna. Meskipun ia sadar pajak itu terlalu besar dan sangat tidak mungkin untuk melunasinya dengan waktu yang cepat. Untuk mendapatkan uang Rara Mendut berjualan rokok linthingan di pasar. Udah tau kan rokok lintingan itu seperti apa??? Ok, kita anggap sampeyan udah tau.
Rokok lintingan yang dijual laris manis, karena Rara Mendut memanfaatkan kecantikannya untuk menarik para pembeli dengan cara menjual rokok yang sudah ia hisap sebelumnya. Jadi para pembeli rokok itu sebenarnya hanya membeli tegesan alias sisa rokok dari Rara Mendut. Meskipun demikian, karena kecantikan Rara Mendut telah terkenal dan kondhang kaloka di seluruh pelosok negeri Mataram, maka tidak ada satu lelakipun yang merasa dirugikan atau berkeberatan. Mereka justru merasa tersanjung dan sangat senang dapat menikmati tegesan sambil membayangkan bibir merah merekahnya Rara Mendut.
Akhirnya, pada suatu hari bertemulah Rara Mendut dengan sosok pemuda yang gagah dan berpenampilan mbois yang hendak membeli tegesan rokok yang ia jual, pemuda itu bernama Pranacitra. Pertemuan Rara Mendut dan Pranacitra saat itu membuat mereka berdua saling jatuh cinta, ya mereka jatuh cinta pada pandangan pertama. Dengan sat-set bras-bres Pranacitra 'nembak' gadis ayu asal Pati tersebut, Rara Mendut pun menerima cintanya.
Dengan hanya bermodalkan ketulusan cinta dan tekad yang bulat, Pranacitra mengajak kawin lari pujaan hatinya.
Mengetahui gadis yang digandrunginya kabur bersama pemuda ingusan, Wiraguna segera mengejar pelarian Rara Mendut. Bertemulah mereka di pesisir pantai selatan. Ditantanglah Panacitra duel maut oleh Wiraguna. Karena Panacitra hanyalah pemuda ingusan yang minim pengalaman tarungnya, sedangkan Wiraguna adalah tumenggung yang sudah kenyang dengan 'manis-asemnya' pertarungan, bisa ditebak hasil pertandingan yang tak seimbang ini.
Pranacitra tewas dengan dada tertembus keris milik sang tumenggung. Rara Mendut pun menangis meratapi kematian kekasihnya, ia kehilangan semangat hidupnya. Kehilangan yang paling menyakitkan di dunia ini adalah kehilangan yang disebabkan oleh kematian. Sebab, kita tak akan bisa memohon agar dia kembali. Yang bisa kita lakukan hanyalah mendoakannya dalam diam dan dengan rasa sakit yang mendalam.
Tapi, namanya juga cinta mati ya mau gimana lagi... dengan air mata yang bercucuran, dicabutlah keris yang menancap dari tubuh kekasihnya itu, dan diakhirilah hidupnya sendiri dengan menghunus keris ke dadanya sendiri. Rara Mendut tewas menyusul Pranacitra.
Senja di pesisir laut selatan sore itu menjadi saksi bisu Kisah Cinta Berdarah mereka. Kisah cinta yang harus berakhir dengan nestapa. Tenggelamnya sang surya seolah-olah ikut berduka melihatnya..Cinta telah menyatukan mereka dalam satu nafas, kehidupan dan kematian. Sedangkan kekuasaan memang selalu menyiratkan kekuataan senjata dan darah, lalu melupakan nilai-nilai kemanusiaan tentang cinta dan kasih sayang.
Cinta memang tidak bisa dipaksa. Cinta itu urusan rasa, bukan tentang Rupa , Harta ataupun tingginya Tahta.
Begitulah kisah perjuangan Rara Mendut dalam mempertahankan harga diri dan kesetiaannya.
Jika ada yang salah dalam cerita diatas, harap dimaklumi dan dimaafkan yaa.
Sumber gambar : buku Rara Mendut Pengarang YB Mangunwijaya
SEKIAN, TERIMA KASIH. :)